Menafkahi keluarga merupakan tanggungjawab suami
وَعَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ حَيْدَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ ؟ قَالَ :
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ، وَتَكْسُوهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ وَلَا تَضْرِبِ الْوَجْهَ، وَلَا تُقَبِّحْ، وَلَا تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ .
حَدِيْثٌ حَسَنٌ، رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ
وَقَالَ: معنى لا تُقَبِِّحْ أَى : لا تقُلْ قَبَّحَكِ اللَّه .
Dari Mu'awiyah Ibn Haidah ra. berkata: Aku bertanya: Ya Rasulullah, apakah haknya istri seseorang suami dari kita itu atas suaminya? Beliau saw. menjawab:
Yaitu hendaklah engkau memberi istri makan, jika engkau makan, engkau memberi pakaian ia jika engkau berpakaian, jangan memukul wajahnya, jangan mengolok-oloknya, juga jangan menjauhinya, kecuali dalam rumah saja.
(Hadis hasan, diriwayatkan oleh Abu Daud)
Dan ia berkata: Arti laatuqabbih: jangan mengolok-oloknya, yaitu jangan mengucapkan: Semoga Allah memburukkan engkau.
Hadis hasan, diriwayatkan oleh Abu Daud, hadis no. 1830; dan Ibn Majah, hadis no. 1840.