Iri yang diperbolehkan karena berdampak positif

RS 543

وعَنِ ابنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :

لا حَسَدَ إِِلاَّ فِي اثنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً، فَسَلَّطَهُ عَلََى هَلَكَتِهِ فِي الحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ حِكْمَةً، فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا .

مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

معناه : يَنَبِغِي أَن لا يُغبَطَ أَحَدٌ إِلاَّ على إحدَى هَاتَينِ الخَصْلَتَيْنِ .


Dari Ibn Mas'ud ra. dari Nabi saw., bersabda:

Tidak boleh iri kecuali kepada dua hal: Kepada orang yang Allah beri harta lalu ia menafkahkannya untuk kebenaran, dan kepada orang yang dikaruniai hikmah oleh Allah, lalu ia memberikan keputusan dengannya serta mengajarkannya.

(Muttafaq 'alaih)

Artinya seseorang itu tidak patut dihasudi atau diri kecuali dalam salah satu kedua perkara di atas itu.


Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, hadis no. 71, 1320, 6608 dan 6772; Muslim, hadis no. 1352; Ibn Majah, hadis no. 4198; Ahmad, hadis no. 3469 dan 3900.